:: mencari sinar ::

Enam Perosak Ukhuwwah

Oleh: Drs. Ahmad Yani

Pada masyarakat Islam, persatuan dan kesatuan atau lebih sering disebut dengan ukhuwah Islamiyah merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendasar, apalagi hal ini merupakan salah satu ukuran keimanan yang sejati. Kerana itu, ketika Nabi Saw berhijrah ke Madinah, yang pertama dilakukannya adalah Al-Muakhah, yakni mempersaudarakan sahabat dari Makkah atau muhajirin dengan sahabat yang berada di Madinah atau kaum Ansar. Ini bererti, ketika seseorang atau suatu masyarakat beriman, maka seharusnya ukhuwah Islamiyah yang didasari oleh iman menjelma dalam kehidupan sehari-hari, Allah swt. berfirman,
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٌ۬ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ (١٠)
“Sebenarnya orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara, maka damaikanlah di antara dua saudara kamu (yang bertelingkah) itu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beroleh rahmat..” [QS Al-Hujurat (49):10]
Satu hal yang harus diingat bahawa, ketika ukhuwah islamiyah hendak diperkukuh atau malah sudah kukuh, ada saja upaya orang-orang yang tidak suka terhadap persaudaraan kaum muslimin, mereka berusaha untuk merosak hubungan di antara sesama kaum muslimin dengan menyebarkan fitnah dan berbagai berita bohong. Dalam kehidupan umat Islam, kita akui bahawa ukhuwah Islamiyah belum wujud secara ideal, namun musuh-musuh umat ini tidak suka bila ukhuwah itu wujud, mereka terus berusaha menghambatnya. Kerana itu, setiap kali ada berita buruk, kita tidak boleh terus mempercayainya, tapi lakukan tabayyun atau selidik dan kaji terlebih dahulu kebenaran berita itu. Allah swt. berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya sehingga kamu akan menyesal atas perbuatanmu itu.” [QS Al-Hujurat (49): 6]
Asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) tersebut di atas adalah, suatu ketika Al-Harits datang menghadap Nabi Muhammad saw., beliau mengajaknya masuk Islam, bahkan sesudah masuk Islam ia menyatakan kemahuan dan kesanggupannya untuk membayar zakat. Kepada Rasulullah, Al-Harits menyatakan, “Saya akan pulang ke kampung saya untuk mengajak orang untuk masuk Islam dan membayar zakat dan bila sudah sampai waktunya, kirimkanlah utusan untuk mengambilnya.” Namun ketika zakat sudah banyak dikumpulkan dan sudah tiba waktu yang disepakati oleh Rasul, ternyata utusan beliau belum juga datang. Maka Al-Harits beserta rombongan berangkat untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi.
Sementara itu, Rasulullah saw. mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat, namun di tengah perjalanan hati Al-Walid merasa gentar dan menyampaikan laporan yang tidak benar, yakni Al-Harits tidak mahu menyerahkan dana zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al-Harits. Ketika utusan itu bertemu dengan Al-Harits, ia berkata, “Kami diutus kepadamu.” Al-Harits bertanya, “Mengapa?” Para sahabat menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Al-Walid bin Uqbah, ia mengatakan bahwa engkau tidak mahu menyerahkan zakat bahkan mahu membunuhnya.”
Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang datang kepadaku.” Maka ketika mereka sampai kepada Nabi saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menahan zakat dan hendak membunuh utusanku?” “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.” Maka turunlah ayat itu.
Surat Al Hujurat ayat 6 di atas menggunakan kata naba’ bukan khabar. M. Quraish Shihab dalam bukunya Secercah Cahaya Ilahi halaman 262 membezakan makna dua kata itu. “Kata naba’ menunjukkan berita penting, sedangkan khabar menunjukkan berita secara umum. Al-Qur’an memberi petunjuk bahwa berita yang perlu diperhatikan dan diselidiki adalah berita yang sifatnya penting. Adapun isu-isu ringan, omong kosong, dan berita yang tidak bermanfaat tidak perlu diselidiki, bahkan tidak perlu didengarkan karena hanya akan menyita waktu dan energi.”
Enam Perusak Ukhuwah
Mengingat kedudukan ukhuwah islamiyah yang sedemikian penting, maka memeliharanya menjadi sesuatu yang amat ditekankan. Disamping harus menyelidik kebenaran suatu berita buruk yang melibatkan saudara kita yang muslim, ada beberapa hal yang harus kita hindari agar ukhuwah islamiyah bisa tetap terpelihara. Allah swt berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (kerana) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan) dan jangan pula wanita wanita-wanita mengolok-olokan wanita yang lain (kerana) boleh jadi wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” [QS Al-Hujurat (49): 11-12]
Dari ayat di atas, ada enam hal yang harus kita hindari agar ukhuwah islamiyah tetap terpelihara:
Pertama, memperolok-olokan, baik antara individu mahupun antara kelompok, baik dengan kata-kata mahupun dengan bahasa isyarat kerana hal ini dapat menimbulkan rasa sakit hati, kemarahan dan permusuhan. Manakala kita tidak suka diolok-olok, maka janganlah kita memperolok-olok, apalagi belum tentu orang yang kita olok-olok itu lebih buruk dari diri kita.
Kedua, mencaci atau menghina orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan, apalagi bila kalimat penghinaan itu bukan sesuatu yang benar. Manusia yang suka menghina berarti merendahkan orang lain, dan iapun akan jatuh martabatnya.
Ketiga, memanggil orang lain dengan panggilan gelar-gelar yang tidak disukai. Kekurangan secara fisik bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk memanggil orang lain dengan keadaan fisiknya itu. Orang yang pendek tidak mesti kita panggil si pendek, orang yang badannya gemuk tidak harus kita panggil dengan si gemuk, begitulah seterusnya kerana panggilan-panggilan seperti itu bukan sesuatu yang menyenangkan. Memanggil orang dengan gelar sifat yang buruk juga tidak dibolehkan meskipun sifat itu memang dimilikinya, misalnya kerana si A sering berbohong, maka dipanggillah ia dengan si pembohong, padahal sekarang sifatnya justeru sudah jujur tapi gelar si pembohong tetap melekat pada dirinya. Kerananya jangan dipanggil seseorang dengan gelaran-gelaran yang buruk.
Keempat, berburuk sangka, ini merupakan sikap yang bermula dari iri hati (hasad). Akibatnya ia berburuk sangka bila seseorang mendapatkan kenimatan atau keberhasilan. Sikap seperti harus dicegah kerana akan menimbulkan sikap-sikap buruk lainnya yang bisa merosak ukhuwah islamiyah.
Kelima, mencari-cari kesalahan orang lain, hal ini kerana memang tidak ada perlunya bagi kita, mencari kesalahan diri sendiri lebih baik untuk kita lakukan agar kita bisa memperbaiki diri sendiri.
Keenam, bergunjing dengan membicarakan keadaan orang lain yang bila ia ketahui tentu tidak menyukainya, apalagi bila hal itu menyangkut rahsia peribadi seseorang. Manakala kita mengetahui rahsia orang lain yang ia tidak suka bila hal itu diketahui orang lain, maka menjadi amanah bagi kita untuk tidak membicarakannya.
Dari huraian di atas dapat kita simpulkan bahawa ketika ukhuwah islamiyah kita dambakan perwujudannya, maka segala yang boleh merosakkannya harus kita hindari. Bila ukhuwah sudah terwujud, yang akan merasakan manfaatnya bukan hanya sesama kaum muslimin, tapi juga umat manusia dan alam semesta, kerana Islam merupakan agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Kerananya mewujudkan ukhuwah Islamiyah merupakan keperluan penting dalam kehidupan ini.

Tafsir Hujuraat [ 1 dan 2 ]

سُوۡرَةُ الحُجرَات

TAFSIR SURAH HUJURAAT (BILIK ISTERI-ISTERI NABI)

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَىِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ‌ۖ

وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (١)

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memandai-mandai (melakukan sesuatu perkara) sebelum (mendapat hukum atau kebenaran) Allah dan RasulNya dan bertakwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui. (1)

Huraian Ayat 1

Janganlah kamu mendahului, melangkah atau melanggar hokum-hukum Allah dan Rasul (firman Allah dan sabda Rasulullah saw), ianya merangkumi peraturan Rasulullah dalam urusan dunia dan agama. Rasulullah saw mengatakan kepada kamu supaya mentaati danmematuhi segala perintah Allah SWT kera Allah adalah Tuhan yang kamu mesti mengabdikan diri kepadaNya.

Sebab Nuzul :

Para ulama telah meriwayatkan beberapa riwayat yang yang berlaku di zaman Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan oleh Abi Malikah, menurut Abdullah bin Zubir – suatu rombongan telah tiba dari kabilah Arab Badawi dari kalangan Bani Tamim menemui Rasulullah saw. Belum pun sempat Rasulullah keluar, Saidina Umar dan Saidina Abu Bakar mula berselisih pendapat untuk melantik siapakah yang layak menjadi ketua dikalangan mereka (Bani Tamim yang memeluk Islam) apabila mereka pulang nanti. Abu Bakar mencadangkan supaya melantik al-Qaqqaq bin Mukbid sebagai ketua Bani Tamim,manakala Saidina Umar pula mencadangkan al-Qaraq bin Jabas sebagai ketua. Perselisihan pendapat ini berterusan sehingga tanpa disedari suara nereka terangkat tinggi. Bersabit dengan peristiwa inilah, maka Allah SWT menurunkan firmanNya dalam ayat pertama surah Hujuraat.

Mengikut riwayat al-Muhdawi pula, pada suatu ketika Rasulullah saw telah melantik seorang lelaki di kalangan sahabat utnuk menggantikannya di Madinah sewaktu Baginda hendak melancarkan serangan ke atas Khabir. Tiba-tiba Saidina Umar mencadangkan orang lain dari apa yang telah dicadangkan oleh Rasulullah saw, maka bersabit dari ini, Allah Ta’ala menurunkan ayat seperti di atas.

Mengikut riwayat al-Mawardi, dari Ibn Abbas ra bahawa Rasulullah telah menghantar satu rombongan yang berjumlah 24 orang dari kalangan sahabatnya untuk menemui kabilah Bani Ammar, tetapi Bani Ammar membunuh mereka semua melainkan 3 orang sahaja. Mereka bertiga melarikan diri dan bertemu 2 orang lelaki. Dua orang lelaki tersebut berasal tersebut berasal dari Bani Salim. Mereka ( 3 orang sahabat ) itu bertanya kepada kedua-dua lelaki itutentang asal keturunan mereka, lalu kedua orang lelaki itu menjawab: “Kami dari kabilah Bani Ammar.” Tujuan mereka berkata demikian adalah utnuk berbangga dengan kabilah Bani Ammar walupun mereka berasal dari kabilah Bani Salim. Mereka juga bertujuan untuk menyembunyikan diri mereka dengan berselindung disebalik kabilah yang yang lebih kuat. Lalu ketiga-tiga orang sahabat itu membunuh kedua-dua orang lelaki tersebut. Selepas daripada itu, Bani Salim telah datang menemui Rasulullah saw mendakwa bahawa sahabat Rasulullah saw telah mmembunuh 2 orang dari kalangan kabilahnya. Sebenarnya ketiga-tiga orang orang sahabat Rasulullah saw itu membunuh dengan tidak sengaja kerana mereka menyangkanya musuh,n tetapi kedua orang itu adalah dari kabilah Bani Salim bukannya dari kabilah Bani Ammar seperti yang didakwanya itu.

Akhirnya Rasulullah telah membayar denda itu dengan seratus ekor unta kerana pembunuhan itu dilakukan dengan tidak sengaja. Dan ada lagi riwayat-riwayat yang lain.Bersabit dengan peristiwa tersebut, Allah SWT menurunkan ayat tadi. Oleh itu, orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahulukan Allah SWT dan RasulNya. Mereka mestilah mengikut dan menerima dengan patuh walau apa-apa perkara sekalipun.

Pernah berlaku ketika Rasulullah saw dalam keadaan sakit yang membawa kepada wafatnya telah melantik Abu Bakar menjadi imam untuk bersolat, sabdanya : Maksudnya

“Suruhlah Abu Bakar menjadi imam untuk bersolat kepada orang ramai.”

Maka Saidatina Aisyah ra berkata kepada Habsyah ra :

“Katakan kepada Rasulullah saw, sesungguhnya Abu Bakar seorang yang amat mudah bersedih apabila membaca al-Quran, sekiranya dia menangis di dalam solat, dia tidak boleh memperdengarkan bacaan al-Quran itu kepada orang ramai yang bersolat di belakangnya”, lalu Saidatina Aisyah mencadangkan supaya Umar yang menjadi imam untuk bersolat. “

Maka mereka pun pergi bertemu dengan Rasulullah saw dan Rasulullah saw bersabda :

Maksudnya:

“Sesungguhnya kamu wahai perempuan, serupalah dengan perempuan-perempuan yang telah memfitnah Nabi Yusuf as, suruhlah Abu Bakar menjadi imam kepada orang ramai.”

Berdasarkan peristiwa tersebut, kita tidak boleh menyanggah perintah Rasulullah saw, apatah lagi melanggar atau menyanggahi perintah Allah Ta’ala. Oleh sebab itu, hendaklah kita semua bertakwa kepada Allah Ta’ala dengan mematuhi segala perintah dan meninggalkan segala laranganNya. Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Melihat lagi Maha Mendengar.


Huraian Ayat 2



يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَرۡفَعُوٓاْ أَصۡوَٲتَكُمۡ فَوۡقَ صَوۡتِ ٱلنَّبِىِّ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengangkat suara kamu melebihi suara Nabi

(Al-Hujuraat: 2)

Ayat ini menyeru kepada orang-orang yang beriman supaya jangan sesekali meninggikan suara apabila berhadapan dengan dengan Nabi saw ataupun berada berhampiran dengan rumah Nabi saw.

Sebab Nuzul :

Berkata sesetengah ulama, antaranya al-Bahari dan at-Tirmidzi bahawa sebab nuzul ayat yang terdahulu adalah berpunca daripada peristiwa Abu Bakar dan Umar meninggikan suara kerana mencadangkan orang yang lain menjadi pemimpin dari kalangan kabilah Bani Tamim yang dating menemui Rasulullah saw. Allah SWT menurunkan ayat yang kit abaca tadi selepas turunnya ayat ini. Setelah itu Saidina Umar dan Saidina Abu Bakar merasakan diri masing-masing bersalah, maka kedua-duanya apabila bercakap, mereka menggunakan suara yang lembut dan perlahan.

Sesetengah ulama’ juga menyatakan bahawa yang mengangkat suara itu adalah kabilah yang dating (Bani Tamim sendiri). Ini kerana mereka terdiri daripada orang-orang Arab Badwi yang keras dan kasar tingkah lakunya.Mereka terkenal dengan pendirian yang keras serta cara pergaulan sesame mereka dengan suara yang kuat seperti biasa, walaupun mereka pada ketika itu berada berdekatan dengan Rasulullah saw.

Ini adalah antara perangai orang-orang Badwi dan mengikut riwayatnya, penyair mereka al-Aqraq bin Jabas telah bersajak apabila dia tiba di sana. Mereka bersajak dan bersyair memuji dan memuja tentang kelebihan kabilah mereka (Bani Tamim) melebihi kabilah lain.

Kata al-Aqraq Ibn Jabas:

“Kami datang kepadamu sebagaimana manusia mengetahui kelebihan kami, apabila mereka itu menyanggahi kami ketika menyebut kemuliaan. Sesungguhnya kamilah ketua kepada orang ramai yang terdiri daripada setiap kelompok manusia. Dan sesungguhnya tidak wujud di bumi Hajar ini yang sama dengan Bani Daram. Sesungguhnya bagi kami marbaq (satu perempat daripada harta rampasan perang untuk ketua di zaman jahiliyyah) pada setiap peperangan yang berlaku di bumi Najad atau di bumi Tahamah.”

Sajak mereka ini lalu dijawab oleh penyairRasulullah saw iaitu Hasan bin Thabit ra:

“Bani Daram, janganlah kamu bermegah, sesungguhnya kemegahan kamu akan bertukar menjadi kehinaan ketika mana mengingati akan kemuliaan yang sebenar. Kamu ketika menyebut alangkah tahunya kamu akan hal kami, kamu bermegah sedangkan kamu adalah hamba-hamba sahaya kami di antara pemberi belas kasihan dan pemberi khidmat bakti.”

Apabila Bani Tamim mendebgar syair Hassan bin Thabit, mereka lalu berkata:

“Ahli pidato mereka lebih handal dari ahli pidato kita, dan penyair mereka lebih handal dari penyair kita.”

Mereka itu bercakap dengan suara yang kuat, lalu Allah SWT menurunkan ayat ini:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَرۡفَعُوٓاْ أَصۡوَٲتَكُمۡ فَوۡقَ صَوۡتِ ٱلنَّبِىِّ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengangkat suara kamu melebihi suara Nabi

(Al-Hujuraat: 2)


Mengikut riwayat kebanyakan ulama, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ataq al-Harsani ra katanya, seorang sahabt yang bernama Thabit bin Qabis yang terkenal sebagai seorang yang sangat bertakwa kepa Allah SWT, apabila turunnya ayat ini, Thabit terus pulang ke rumahnya kerana merasakan yang ayat ini ditujukan kepadanya. Dia pulang ke rumah dalam keadaan yang sangat takut kepada Allah.

Thabit bin Qabis berkata: “Aku adalah seorang yang bercakap kuat dan aku bimbang takut-takut amalan aku dihapuskan oleh Allah SWT. Segala amal akan tidak diterima oleh Allah, lalu aku menjadi ahli neraka dan aku mati dalam keadaan kafir. Binasalah diriku kerana akulah yang telah bercakap kuat dan mungkin ayat ini ditujukan kepada aku.”

Selepas itu Thabit tidal lagi datang ke masjid Nabi saw. Rasulullah saw adalah seorang yang mempunyai pemikiran dan pandangan yang tajam. Baginda tahu dikalangan sahabatnya yang ramai itu siapa yang hadir dan siapa yang tidak hadir ke masjid, maka Rasulullah saw bertanya kepada para sahabatnya mengapa Thabit tidak lagi datnag ke masjid? Para sahabat pun menceritakan kepada Rasulullah saw bahawa Thabit sedang berkurung di dalam rumahnya. Dia menangis dan sangat berdukacita mengenai ayat al-Quran yang ditutunkan itu, lalu Rasulullah saw mengutuskan seorang sahabat memberitahu kepadanya supaya dia datang menemui Rasulullah saw. Setelah berhadapan dengan Rasulullah saw, dia menceritakan perasaannya: “Sesungguhnya aku tentu masuk ke dalam neraka kerana tidak beradab ketika berada di dalam majlis Rasulullah saw”, lau Rasulullah saw bersabda kepadanya:

Maksudnya:

“Kamu tidak termasuk di dalam golongan mereka yang disebut di dalam ayat ini, bahkan engkau hidup di dalam keadaan yang terpuji dan engkau akan dibunuh(mati syahid) dan engkau akan masuk ke dalam syurga.”

Ini adalah suatu janji daripada Rasulullah saw yang diterima oleh Allah Ta’ala, yang merupakan satu mukjizat Rasulullah saw yang mengetahui perkara-perkara akan datang.

Diriwayatkan apa yang berlaku di dalam sejarah, hidup Thabit ra tepat dengan apa yang disabdakan kepada oleh Rasulullah saw.Dia hidup sebagai seorang yamg mulia dan dikurniakan mati shahid setelah wafatnya Rasulullah saw di dalam peristiwa murtad yang terkenal di zaman Abu Bakar ra.

Di dalam peristiwa itu, Thabit telah menyertai pasukan Islam memerangi Musilmat al-Kazab dan bala tenteranya. Musilmat al-Kazab mengaku dirinya nabi dan mempunyai pengikut yang ramai. Abu Bakar telah melantik Walid bin al-Walid memimpin bala tentera Islam memerangi Musilmat dan pengikut-pengikutnya. Selain daripada Thabit, Salam yang menjadi hamba kepada Abi Khuzaifah iaitu seorang ulama di kalangan sahabat yang terkenal juga menyertai peperangan ini.

Dalam peperangan ini, berlaku suatu pertempuran dan serangan yang dahsyat ke atas tentera Islam. Thabit dan Salam telah menunjukkan sifat kepahlawanan yang hebat di dalam peperangan itu, dimana kedua-dua sahabt telah menggali lubang dan menimbus sebahagian jasad mereka di dalam tanah sampai tidak berundur diri dari medan peperangan. Walaubagaimana hebat pun serangan yang dilakukan oleh tentera Musilmat, namun tentera-tentera Islam dapat mengalahkan mereka. Thabit dan Salam telah gugur sebgai syahid di dalam peperangan ini.

Diceritakan lagi bahawa Thabit telah meninggalkan sebuah perisai yang baik, yang berada di tangannya setelah dia mati syahid, tiba-tiba seorang lelaki dari kalangan orang Islam telah mengambil perisai itu.Kemudian orang itu bermimpi, di dalam mimpinya Thabit memberitahunya:

“Ini adalah suatu mimpi, ini adalah suatu perkara yang benar yang aku ingin memberitahumu, sesungguhnya setelah aku dibunuh syahid, seorang dari kalangan orang Islam telah mengambil perisaiku. Oleh kerana itu, beritahu kepada Khalid supaya mengambil perisai itu dan apabila tiba di Madinah, beritahu kepada Abu Bakar bahawasanya aku ini mempunyai hutang sekian banyak dan aku meminta supaya dia memberi pertolongan bagi menjelaskan hutang aku.”

Lalu tentera yang bermimpi itu bertemu dengan Khalid bin al-Walid ra. Khalid bin al-Walid menyiasat perkara tersebut dan mengambil semula perisai kepunyaan Thabit. Setelah Khalid pulang ke Madinah, beliau telah menceritakan kepada Saidina Abu Bakar tentang wasiat Thabit dan akhirnya Abu Bakar menyempurnakan wasiat Thabit.

Ini adalah suatu mimpi yang telah menjadi hokum, biasanya mimpi tidak boleh dijadikan hokum kecuali mimpi Rasulullah saw, tetapi tentang mimpi Thabit bin Qais itu telah diputuskan oleh Saidina Abu Bakar sebagai suatu keputusan yang diambil tindakan kerana ia merupakan suatu perintah yang benar yang diberi oleh Allah kepada hambaNya yang sangat soleh.

Perlu juga diketahui bahawa larangan mengangkat suara bukan sahaja semasa bersama-sama dengan Rasulullah saw, tetapi termasuk juga setelah Baginda wafat iaitu apabila dibacalan hadis-hadis Baginda.Kita mestilah menghormati ucapan-ucapan Rasulullah saw sebagaimana kita disuruh diam ketika mendengar bacaan al-Quran.

Firman Allah Ta’ala :

وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُ ۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ (٢٠٤)

Dan apabila Al-Quran itu dibacakan, maka dengarlah akan dia serta diamlah (dengan sebulat-bulat ingatan untuk mendengarnya), supaya kamu beroleh rahmat. (204)

Sesungguhnya sabda (ucapan) Rasulullah saw juga adalah daripada Allah SWT. Oleh kerana itu, kita juga hendaklah menghormati hadis-hadis Rasulullah saw sebagaimana kita disuruh menghormati semasa Baginda hidup. Ini adalahkenyataan Kadhi Abu Bakar bin Arbi :

“Menghormati Nabi saw semasa Baginda wafat samalah kita disuruh menghormatinya ketika Baginda masih hidup. Dan percakapannya yang bernas dan berkesan itu di dalam menggambarkan kemuliaan selepas kewafatannya seumpama percakapannya yang didengari semasa Baginda masih hidup. Dan apabila dibacakan hadisnya maka wajiblah ke atas setiap yang hadir supaya jangan mengangkat suaranya. Dan janganlah berpaling daripadanya, sebagaimana pada kebiasaan di dalam majlis Rasulullah saw ketika Rasulullah melafazkan kata-katanya.”

Seterusnya Allah TA’ala berfirman lagi:

وَلَا تَجۡهَرُواْ لَهُ ۥ بِٱلۡقَوۡلِ كَجَهۡرِ بَعۡضِڪُمۡ لِبَعۡضٍ أَن تَحۡبَطَ أَعۡمَـٰلُكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تَشۡعُرُونَ (٢)

Dan janganlah kamu menyaringkan suara (dengan lantang) semasa bercakap dengannya sebagaimana setengah kamu menyaringkan suaranya semasa bercakap dengan setengahnya yang lain. (Larangan yang demikian) supaya amal-amal kamu tidak hapus pahalanya, sedang kamu tidak menyedarinya. (Al-Hujuraat: 2)

Akibat daripada sikap kamu yang tidak berakhlak di hadapan Allah Ta’ala dan RasulNya akan menghilangkan amalan kamu dan tidak diterimaNya kerana tindakan yang kamu lakukan itu adalah suatu tindakan yang salah.


Tuan Guru Dato' Seri Hj. Abdul Hadi Awang